home

Selasa, 27 November 2012

Beredab dan Upacara Besale Sebagai Sarana Komunikasi dengan Tuhan

Masyarkat Kubu mempunyai keyakinan tentang Tuhan didasarkan atas adanya “kekuatan”yang bersumber dari alam. Dari kata kekuatan ini muncul kata “Roh” yang dapat memberikan pertolongan pada manusia ataupun mengganggu kehidupan manusia. Selanjutnya dikemukakan tentang pandangan masyarakat Kubu, bahwa hidup tidak dicari dari alam, tetapi “diselami” dalam alam mereka menganggap hidup sebagai perjalanan yang selesai dalam keberadaan duniawi, mereka menghadapi hidup seperti kewaktuan yang berulang, sehingga ritme hidup mereka seperti perjalanan yang hanya menatap lurus dan dinikmati seperti apa adanya. Pandangan hidup tentang kepercayaan terhadap roh telah menjadi bagian dalam kehidupan masyarakat Kubu. Bagi mereka roh halus itu tidak tampak, tetapi ada di mana-mana di sekitar manusia, karena roh memiliki kekuatan gaib yang tidak dimiliki oleh manusia, maka setiap kejadian yang menimpa manusia itu, disebabkan kekuatan roh misalnya sakit atau malapetaka lainnya. Sehingga timbul kepercayaan pemujaan roh, dan kehidupan roh sama seperti kehidupan manusia yang memerlukan makan dan minum, mengadakan sesajian (sajen) merupakan suatu pendekatan hubungan manusia dengan roh. Mereka sangat percaya bahwa orang yang meninggal dunia, rohnya tetap hidup dan kembali ke surga. Roh hidup atau jiwa manusia itu terdiri dari sifat (kebendaan),roh dan nyawa. Roh dan nyawa merupakan persenyawaan yang menyatu dalam tubuh, tetapi roh tidak berakhir setelah kematian. Roh akan terus hidup sepanjang masa dan akan tenteram apabila dipelihara dan diperhatikan. Roh akan marah atau mengganggu kehidupan manusia bila merasa di lupakan atau diabaikan. Menurut masyarakat Kubu, Tuhan adalah sama dengan yang mereka sebut “Raja Nyawa” mereka percaya bahwa Raja Nyawa berada di surga yang menguasai roh manusia. Raja Nyawa,roh, dan mahluk halus menguasai manusia dan segala isi hutan. Tuhan (Raja Nyawa), roh, dan mahluk halus ini memiliki sifat senang dan pemarah, senang apabila isi hutan dipelihara, dijaga dan dilestarikan, tetapi akan marah apabila hasil hutan dirusak,disia-siakan serta tidak dilestarikan. Mereka beranggapan bahwa pengerusakan hutan telah mengganggu ketentraman para penjaga hutan yang telah mengakibatkan malapetaka seperti berjangkitnya wabah penyakit, kematian dan sebagainya. Agar Raja Nyawa tidak menyabut nyawa dan para dewa, roh serta mahluk halus tidak mengganggu manusia maka diadakanlah Upacara Besale. Upacara Besale merupakan warisan leluhur berupa petuah-petuah dan peringatan agar anak cucu tidak melanggar tradisi yang telah turun-temurun sejak nenek moyang mereka. Petuah-petuah dan larangan itu untuk menjaga kelestarian komunikasi antara manusia dengan Tuhan, manusia dengan manusia, dan manusia dengan alam. Tuhan, manusia, alam merupakan suatu lingkaran yang tidak terputus, dan manusia tidak boleh keluar dari lingkaran itu dan apabila dilanggar atau dipertentangkan akan menimbulkan kemurkaan roh serta akan mendatangkan malapetaka. Oleh karna itu masyarakat Kubu bersifat statis dan menggantungkan diri kepada keadaan dan waktu. Upacara Besale adalah upacara yang ada di tengah-tengah masyarakat Suku Anak Dalam, upacara ini adalah jenis upacara pengobatan yang bertujuan untuk menyembuhkan anggota masyarakat yang sakit atau diganggu oleh roh jahat, dengan menggunakan mantra atau sastra suci (sale) yang dibacakan oleh Sidi atau Dukun Besale. Adapun pihak-pihak yang terlibat dalam upacara ini adalah : Dukun besale, pembantu dukun besale, inang, pembantu inang, pembayu, biduan, pembantu biduan, pembina, si sakit (orang yang berobat), keluarga si sakit karna mereka ini harus menyediakan biaya untuk pelaksanaan upacara. Dalam upacara besale tempat penyelenggaraan sangat tergantung dari jenis upacara besale yang diselenggarakan. Misalnya : * Jenis Upacara Besale Biasa, upacara ini diselenggarakan di dalam hutan. Di lokasi yang sudah ditentukan atau yang sudah dibuatkan sebuah bangunan sejenis bangsal beratapkan daun nipah. Bangunan akan dibongkar atau dibakar setelah upacara besale selesai, namun jika keadaan tidak memungkinkan maka upacara dapat dilaksanakan di mana saja. * Jenis Upacara Besale Bejanan, upacara jenis ini diselenggarakan di tanah yang dapat digunakan sebagai tempat menguburkan dukun atau Sidi. * Jenis Upacara Besale “Berumah Putih”, dilaksanakan di tepi sungai yang disebut “Semilu Aik”. * Jenis Besale Berunggah-unggah, jenis upacara ini sifatnya perorangan dilaksanakan di rumah si sakit, kecuali jika ada “petunjuk” yang didapat oleh Sidi, lokasi dapat dipindahkan. Dalam pertunjukan upacara Besale ini memakai alat musik redab, fungsinya mengiringi upacara besale, seperti berentak misalnya gerak dan bahasa magisnya selalu ada pada setiap langkah dan gerakannya. Demikian juga pukulan redab mereka percaya irama redab yang diiringi berentak dapat menghilangkan pengaruh jahat dari arwah-arwah yang bermaksud mengganggu anggota masyarakat. Alat musik redab ini dilihat dari latar belakangnya sudah mencapai usia kurang lebih dua ratus lima puluh tahun ini berdasarkan hasil wawancara yang dilakukan pada tanggal 16 juli 2006 di Desa Teluk Beringin dengan informannya adalah kepala suku Kubu yang bernama Yai Kawi, dalam wawancara tersebut informan mengatakan bahwa alat musik redab tersebut sudah diturunkan kepada lima kepala suku, dalam hal ini informan adalah kepala suku yang kelima dan setiap penurunannya dilaksanakan pada saat pemilihan kepala suku yang baru. Alat musik redab ini dianggap keramat oleh masyarakat karena dalam pemeliharaan alat tersebut selalu diberikan sesaji berupa kemenyan dan bunga untuk menghormati sang pembuat alat tersebut yaitu leluhur mereka, selain itu juga dilihat dari fungsi instrument redab ini hanya dimainkan dalam Upacara Besale saja yaitu untuk mengiringi pembacaan mantera atau sastra suci (sale) dan tarian berentak. Dalam Upacara Besale yang diadakan di Desa Teluk Beringin ini hanya menggunakan sepuluh pukulan atau sepuluh motif redab yaitu : Ketebung Pemanggil, Padang, Layang, Ketebung Tunjang, Ketebumg Lurus, Elang Putih, Ketebung Siawang, Rimbungan, Manyang dan Raden. Karena Upacara Besale tersebut termasuk jenis besale berunggak-unggak atau jenis besale kecil. Instrument redab ini memiliki bentuk yang sama dengan rebana biasa, tetapi hanya ukurannya yang berbeda karena ukuran redab lebih besar dari rebana, dan juga teknik tabunya pun berbeda tidak seperti teknik tabu rebana pada lazimnya walaupun dipukul atau ditabuh dengan menggunakan kedua tangan, serta suara yang dihasilkan juga sangat berbeda dari rebana. Dalam Upacara Besale pemain atau orang yang bertugas sebagai penabuh redab disebut Biduan. Peran biduan dalam upacara ini sangat berat, karena selama upacara berlangsung redab harus selalu dibunyikan atau dimainkan pada saat Sidi atau Dukun Besale membacakan mantera atau sastra suci (sale). Jadi dalam upacara ini peran instrument redab sangatlah penting dan sebagai salah satu syarat syah dalam Upacara Besale dan juga pemainnya (biduan) tidak boleh sembarangan karena untuk memainkan alat ini harus dipilih oleh Kepala Suku dengan menggunakan upacara ritual yang sifatnya individu atau dengan cara semedi yang hasilnya nanti dikabarkan lewat mimpi. Setelah mengetahui hasil dari semedi tersebut Kepala Suku memberitahukan kepada masyarakat setempat, dan keputusan tersebut ditaati oleh semua anggota masyarakat, jadi dalam hal ini pemain redab (biduan) harus orang-orang yang terpilih tidak sembarangan walaupun dia ( anggota masyarakat) anak Kepala Suku bila bukan orang yang terpilih tetap tidak boleh memainkan instrument redab dalam Upacara Besale tersebut. Pada saat Upacara Berlangsung biasanya Biduan dibantu oleh Pembantu Biduan yang tugasnya menggantikan peran pada saat biduan sudah mulai kelelahan, biasanya Pembantu Biduan ini dipakai dalam Upacara Besale Agung karena pelaksanaan Upacara Besale Agung memakan waktu yang cukup lama yaitu semalam suntuk (12 jam) namun bila upacaranya hanya Upacara Besale kecil biduan tidak dibantu oleh Pembantu Biduan. Saat upacara berlangsung irama redab harus selalu sama dengan gerakan yang dilakukan oleh sidi dan jika tidak sama akan berdampak sangat fatal bagi si sakit atau orang yang hadir dalam upacara tersebut, seperti tidak sembuhnya si sakit, penonton banyak yang pingsan dan juga banyak yang kesurupan atau trans. Oleh karna itu peranan biduan dalam upacara ini berat dan penting sebagai salah satu penentu berhasil tidaknya upacara Besale tersebut.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Cari Blog Ini